Copyright © Holiday!
Design by Dzignine
Selasa, 03 April 2012

EMOSI

  Pengertian Emosi

Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.
Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis. Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari,1995)
Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates. Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear (ketakutan), Rage(kemarahan), Love (cinta).
Daniel Goleman (2002 : 411) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu :
  • Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati
  • Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa
  • Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri
  • Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga
  • Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat,  dan kemesraan
  • Terkejut : terkesiap, terkejut
  • Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka
  •  malu : malu hati, kesal
Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa semua emosi menurut Goleman pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang ada.
Dalam the Nicomachea Ethics pembahasan Aristoteles secara filsafat tentang kebajikan, karakter dan hidup yang benar, tantangannya adalah menguasai kehidupan emosional kita dengan kecerdasan. Nafsu, apabila dilatih dengan baik akan memiliki kebijaksanaan; nafsu membimbing pemikiran, nilai, dan kelangsungan hidup kita. Tetapi, nafsu dapat dengan mudah menjadi tak terkendalikan, dan hal itu seringkali terjadi. Menurut Aristoteles, masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan mengenai keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikan (Goleman, 2002 : xvi).
Menurut Mayer (Goleman, 2002 : 65) orang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri, tenggelam dalam permasalahan, dan pasrah. Dengan melihat keadaan itu maka penting bagi setiap individu memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna dan tidak menjadikan hidup yang di jalani menjadi sia-sia.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pengertian Emosi adalah suatu perasaan (afek) yang mendorong individu untuk merespon atau bertingkah laku terhadap stimulus, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Emosi
Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung kepada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 2002: 154). Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lainnya dalam mempengaruhi perkembangan emosi.
1.   Faktor Kematangan
Reaksi emosional tidak muncul pada awal kehidupan tidak berarti tidak ada, reaksi tersebut mungkin akan muncul dikemudian hari dengan berfungsinya sistem endokrin. Perkembangan kelenjar endokrin penting untuk mematangkan perilaku emosional. Karena bayi secara relatif kekurangan produksi endokrin yang diperlukan untuk menopang reaksi fisiologi terhadap stres.
Kelenjar adrenalin yang memainkan peran utama pada emosi mengecil secara tajam setelah bayi lahir. Tidak lama kemudian kelenjar mulai membesar lagi, dan membesar dengan pesat sampai anak berusia 5 tahun, pembesarannya melambat pada usia 5 sampai 11 tahun, membesar lebih pesat lagi sampai anak berusia 16 tahun. Pada usia 16 tahun kelenjar tersebut mencapai kembali ukuran semula seperti saat anak lahir. Hanya sedikit adrenalin yang diproduksi dan dikeluarkan sampai saat kelenjar itu membesar.
2.   Faktor Belajar
Kegiatan belajar turut menunjang perkembangan kematangan emosi remaja karena kemampuan mengingat mempengaruhi reaksi emosional. Adapun metode belajar yang menunjang perkembangan kematangan emosi remaja antara lain
  1. belajar dengan coba-coba yaitu untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan terbesar dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberikan pemuasan,
  2. belajar dengan cara meniru yaitu dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak-anak beraksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang yang diamati, 
  3. belajar dengan mempersamakan diri dengan jalan anak menirukan reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru, 
  4. pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada aspek reaksi yaitu anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika sesuatu emosi terangsang dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan.

Sedangkan menurut Sugeng Hariyadi, MS, dkk (1995 : 29-31) ada beberapa faktor dominan yang mempengaruhi pekembangan kematangan emosi remaja. Faktor-faktor terebut adalah
  1. Faktor perubahan jasmani yaitu ada ketidakseimbangan pada postur tubuh atau jasmani yang berakibat buruk pada perkembangan mental termasuk perkembangan kematangan emosi,
  2. Faktor perubahan dalam hubungannya dengan orang tua, sikap orang tua dalam mendidik anak misalnya secara otoriter, dengan memanjakan anak ataupun dengan sikap acuh tak acuh yang sikap ini dapat menyebabkan ketegangan yang berpengaruh pada perkembangan mental sekaligus perkembangan kematangan emosi, 
  3. Faktor perubahan dalam hubungannya dengan teman-teman, dengan membentuk geng atau kelompok yang semula tujuannya baik kemudian berkembang yang akhirnya mendatangkan masalah misalnya saja karena remaja mulai jatuh cinta yang tidak diharapkan oleh orang tua, 
  4. Faktor perubahan pandangan luar yang menyebabkan konflik, yaitu
  • sikap dunia luar terhadap anak remaja tidak konsisten misalnya dianggap sudah besar tetapi masih diperlakukan sebagai anak kecil, sehingga menjengkelkan dan bisa berubah menjadi tingkah laku yang emosional,
  • dunia luar masih mempunyai nilai-nilai yang berbeda untuk remaja laki-laki dan perempuan misalnya bila remaja laki-laki banyak teman perempuan merupakan suatu kebanggaan bagi orang tua, sebaliknya bila perempuan mempunyai banyak teman laki-laki sering dijuluki “gila laki-laki” sudah pasti menyinggung perasaan gadis tersebut, yang hal ini tidak jarang menjadikan remaja bertingkah laku emosional, 
  • kekosongan yang sering dialami remaja dimanfaatkan oleh pihak yang kurang bertanggung jawab, misalnya dengan cara melibatkan remaja dalam penggunaan obat bius.

Implikasi Emosi dalam Kehidupan Sehari-hari
Emosi merupakan sesuatu yang muncul setiap hari, bahkan setiap saat dalam kehidupan kita. Emosi merupakan suatu pola yang kompleks dari perubahan yang terdiri dari reaksi fisiologis, perasaan-perasaan yang subyektif, proses kognitif, dan reaksi perilaku, yang semuanya itu merupakan respon atas situasi yang kita terima.
Kita juga mengenal adaya emosi positif, seperti kegembiraan, dan emosi negatif, seperti kemarahan dan kesedihan, meskipun suatu emosi itu dapat menjadi emosi yang berdampak positif maupun negatif tergantung dari situasinya (Ekman, 2003). Emosi positif dapat memainkan fungsinya sebagai pelindung. Dia dapat melindungi individu dari emosi negatif bahkan situasi yang stressful sekalipun .Emosi dapat di gunakan sebagai pelindung dari gejala depresi atau stress, dalam proses terapi pengalaman akan emosi positif juga digunakan menjadi salah satu metode.
Emosi positif, selain berfungsi sebagai pelindung, juga mempengaruhi proses negosiasi. Kita telah mengetahui bagaimanakah pengaruh marah, yang merupakan salah satu emosi negatif, pada proses negosiasi yang menggunakan komputer sebagai mediator. Dan melalui penelitian yang dilakukan oleh Carels dkk kita dapat mengetahui pengaruh mood negatif terhadap kesehatan. Penelitian Carels dkk menggunakan partisipan yang mempunyai penyakit jantung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh mood negatif terhadap cardiac arrhythmia (detak jantung yang tidak teratur). Hasil dari penelitian ini mengindikasikan bahwa gabungan antara mood negatif dan cardiac arrhtythmia dalam frekuensi yang tinggi terjadi lebih sering pada pasien yang mempunyai gangguan fungsi jantung yang parah (Carels dkk, 2003). Dapat ditarik kesimpulan bahwa mood negatif kurang baik untuk pasien dengan gangguan fungsi jantung yang parah.

Pengaruh Emosi terhadap Tingkah Laku Sehari-hari
Gangguan emosi dapat membuat individu kesulitan bicara, bahkan gangguan emosi yang cukup lama akan membuat sesorang gagap dan sesorang yang gagap bisa berbicara relatif normal saat keadaaan menyenangkan, bahkan sistuasi disekolah yang membuat anak tidak tenang.
Seorang siswa yang mengalami penderitaan emosi dan frustasi mempengaruhi efektivitas belajar, contoh seorang anak yang tidak senang kepada gurunya bukan karena pribadi gurunya tapi karena terjadi sesuatu pada anak yang sehubungan dengan situasi dikelas. Jika dia merasa takut atau malu karena belum paham dengan pelajar matematika dikelas, maka ia memilih membolos.
Motivasi untuk belajar akan membantu anak dalam belajar, namun rangsangan-rangsangan kepada setiap anak berbeda-beda sesuai dengan kondisi anak, rangsangan-rangsangan yang menimbulkan perasaa
Orang yang tidak bisa mengendalikan emosi bisa merugikan diri sendiri dan orang lain, hidupnya bisa tidak senang. Bisa tidak memiliki teman, susah dalam bergaul, susah meraih cita-cita karena kurangnya efektivitas belajar, me n yang tidak menyenangkan akan mempengaruhi hasil belajar anak, sebaliknya rangsangan yang menyenangkan akan mempermudah anak belajar. ngalami berbagai hal gangguan dalam melakukan interaksi social di masyarakat, gangguan dalam pekerjaan dan berbagai maslah dalm kehidupannya.

DAFTAR PUSTAKA
Mulyatiningsih, Rudi. DKK., 2004, Bimbingan Pribadi, Belajar, dan Karier. Jakarta : Grafindo
Sunarto, Prof. Dr. H, 1995. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Rieneka Cipta.
READ MORE - EMOSI

TES INTELIGENSI




Pengertian Inteligensi
Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Suryabrata (1982), Intelegensi didefinisikan sebagai kapasitas yang bersifat umum dari individu untuk mengadakan penyesuaian terhadap situasi-situasi baru atau problem yang sedang dihadapi. dan  William Stern, intelegensi ialah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat berfikir yang sesuai dengan tujuannya. William Stern berpendapat bahwa intelegensi sebagian besar tergantung dengan dasar dan turunan, pendidikan atau lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada intelegensi seseorang.

Intelegensi merupakan keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. Intelegensi tecermin dari tindakan yang terarah pada penyesuaian diri terhadap lingkungan dan pemecahan masalah yang timbul daripadanya.

Sedangkan tes intelegensi itu sendiri antara lain;
  1. Suatu pengukuran yang standar dan obyektif terhadap sampel perilaku.
  2. Suatu kegiatan pengukuran atau penilaian melalui upaya yang sistematik untuk mengungkap aspek-aspek psikologi tertentu dari individu.
  3. Seperangkat alat ukur yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang pikiran, perasaan, persepsi dan perilaku seseorang guna membuat keputusan penilaian tentang seseorang.
  4. Tes untuk mengukur aspek individu secara psikis (tes dapat berbentuk tertulis, visual, atau evaluasi secara verbal yang teradministrasi untuk mengukur fungsi kognitif dan emosional) tes dapat diaplikasikan kepada anak-anak maupun dewasa.
  5. Suatu teknik atau alat yang digunakan untuk mengungkapkan tarap kemampuan dasar seseorang yaitu kemampuan dalam berpikir, bertindak dan menyesuaikan dirinya secara efektif.

Manfaat Tes Inteligensi bagi Layanan BK
Tes intelegensi dapat dipergunakan oleh berbagai pihak di sekolah antara lain;
  1. Sekolah, tes intelegensi dapat digunakan untuk menyaring calon siswa yang akan diterima atau untuk menempatkan siswa pada jurusan tertentu, dan juga mengidentifikasi siswa yang memiliki IQ di atas normal.
  2. Guru, tes intelegensi dapat digunakan untuk mendiagnosa kesukaran pelajaran dan mengelompokkan siswa yang memiliki kemampuan setara.
  3. Konselor, tes intelegensi dapat digunakan untuk membuat diagnosa siswa, untuk memprediksi hasil siswa dimasa yang akan datang, dan juga sebagai media untuk mengawali proses konseling.
  4. Siswa, tes intelegensi dapat digunakan untuk mengenali dan memahami dirinya sendiri dengan lebih baik, dan mengetahui kemampuannya.
  5. Menganalisis berbagai masalah yang dialami murid
  6. Membantu memahami sebab terjadinya masalah
  7. Membantu memahami murid yang mempunyai kemampuan yang tinggi juga yang rendah

Secara umum, tes intelegensi dapat  digunakan sebagai bahan diagnosa. Hasil tes belum tentu perlu disampaikan dalam proses konseling, tetapi konselor maupun konseli memerlukan gambaran yang menyeluruh dari diri seorang konseli. Dengan menggunakan hasil tes intelegensi, konselor dapat melakukan diagnosa terkait perkembangan konseli selama dan setelah proses konseling berlangsung. Selain itu, hasil tes intelegensi dapat digunakan sebagai data penunjang. Jika tes yang digunakan tidak hanya tes atau tes intelegensi, maka hasil tes intelegensi dapat digunakan untuk menunjang data yang telah diperoleh dan diperlukan dalam kegiatan konseling.

Jenis-jenis Tes Inteligensi
Berdasarkan penataannya ada beberapa jenis tes intelegensi, yaitu;
  1. Tes Intelegensi individual, tes ini hanya dilakukan oleh satu orang saja secara khusus. Tes Intelegensi individual diantaranya :
    -  Stanford - Binet Intelligence Scale
    -    Wechsler - Bellevue Intelligence Scale (WBIS)
    -    Wechsler - Intelligence Scale for Children (WISC)
    -    Wechsler - Adult Intelligence Scale (WAIS)
    -    Wechsler - Preschool and Primary Scale of Intelligence (WPPSI).
    Kelebihan pada tes ini antara lain penguji dapat menilai dengan jelas bagaimana individu yang sedang menjalani tes tersebut. Misalnya mengamati bagaimana individu menyusun laporan, minat dan perhatian individu, kecemasan dalam pengerjaan tugas, serta tingkat toleransi menghadapi rasa frustasi. Kekurangan tes ini adalah kurang begitu nyaman.
  2. Tes Intelegensi kelompok, tes ini dilakukan guna mencari data secara cepat secara serentak. Tes Intelegensi kelompok diantaranya :Pintner Cunningham Primary Test-    The California Test of Mental Maturity
    -    The Henmon- Nelson Test Mental Ability
    -    Otis - Lennon Mental Ability Test
    -    Progressive Matrices
    Kelebihan pada tes ini antara lain rasa nyaman. Tes ini juga memiliki kekurangan antara lain peneliti tidak dapat menyusun laporan individu, tidak dapat menentukan tingkat kecemasan individu, instruksi yang kurang jelas karena ribut atau peserta yang satu diganggu oleh peserta lainnya.
  3. Tes Intelegensi dengan tindakan/perbuatan
-   

READ MORE - TES INTELIGENSI

TEORI BELAJAR IVAN PETROVICH PAVLOV (TEORI CLASSIC CONDITIONING)

Eksperimen yang Dilakukan oleh Ivan Pavlov
Penemuan Pavlov yang sangat menetukan dalam sejarah psikologi adalah hasil penyelidikannya tentang refleks berkondisi (conditioned reflex). Dengan penemuannya ini Pavlov meletakkan dasar-dasar behaviorisme, sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi penelitian-penelitian mengenai proses belajar dan pengembangan teori-teori tentang belajar.
      Adapun jalannya eksperimen tentang refleks berkondisi yang dilakukan Pavlov adalah sebagai berikut :
Pavlov menggunakan seekor anjing sebagai binatang percobaan. Anjing itu diikat dan dioperasi pada bagian rahangnya sedemikian rupa, sehingga tiap-tiap air liur yang keluar dapat ditampung dan diukur jumlahnya. Pavlov kemudian menekan sebuah tombol dan keluarlah semangkuk makanan di hadapan anjing percobaan. Sebagai reaksi atas munculnya makanan, anjing itu mengeluarkan air liur yang dapat terlihat dengan jelas pada alat pengukur. Makanan yang keluar disebut sebagai rangsangan tak berkondisi (unconditional stimulus) dan aiu liur yang keluar setelah anjing melihat makanan disebut reflek tak berkondisi (unconditioned reflek), karena setiap anjing akan melakukan reflek yang sama (mengeluarkan air liur) kalau melihat rangsangan yang sama pula (makanan). Kemudian dalam percobaan selanjutnya Pavlov membunyikan sebuah bel setiap kali ia hendak mengeluarkan makan. Dengan demikian anjing akan mendengar bel dahulu sebelum ia melihat makanan muncul di depannya. Percobaan ini dilakukan berkali-kali dan selama itu keluarnya air liur selalu diamati. Mula-mula air liur hanya keluar setelah anjing melihat makanan (refleks tak terkondisi), tetapi lama kelamaan aiu liur sudah keluar pada waktu anjing baru mendengar bel. Keluarnya air liur setelah anjing mendengar bel disebut sebagai reflek berkondisi (conditioned reflex), karena reflek itu merupakan hasil latihan yang terus menerus dan hanya anjing yang sudah mendapat latihan itu saja yang dapat melakukannya. Bunyi bel merupakan rangsang berkondisi (conditioned stimulus). Kalau latihan itu diteruskan, maka pada waktu keluarnya aiu liur setelah anjing mendengar bunyi bel akan tetap terjadi walaupun tidak ada lagi makanan yang mengikuti bunyi bel itu. Dengan kata lain, refleks berkondisi akan bertahan walaupun rangsang tak berkondisi tidak ada lagi. Pada tingkat yang lebih lanjut, bunyi bel didahului oleh sebuah lampu yang menyala, maka lama kelamaan aiu liur sudah keluar setelah anjing melihat nyala lampu walaupun ia tidak mendengar bel atau melihat makanan sesudahnya. Demikian satu rangsang berkondisi dapat dihubungkan dengan rangsang berkondisi lainnya sehingga binatang percobaan tetap dapat mempertahankan refleks berkondisi walaupun rangsang tak berkondisi tidak lagi diberikan. Tentu saja tidak adanya rangsang tak berkondisi hanya bisa dilakukan sampai pada taraf tertentu, karena kalau terlalu lama tidak ada rangsang tak berkondisi, binatang percobaan itu tidak akan mendapat imbalan (reward) atas refleks yang sudah dilakukannya dan karena itu redleks itu makin lama akan makin menghilang dan terjadilah ekstinksi atau proses penghapusan refleks (extiction).




Hasil Dari Eksperimen Ivan Pavlov
Dari hasil eksperimen dengan menggunakan anjing tersebut, Pavlov akhirnya menemukan beberapa hukum pengkondisian, antara lain:
1.    Pemerolehan/Penguasaan (acquisition)
       Pemerolehan atau penguasaan bagaimana individu mempelajari sesuatu gerak balas atau respon baru, membuat pasangan stimulus netral dengan stimulus tak bersyarat berulang-ulang hingga muncul respons bersyarat atau yang disebut acquisition atau acquisition training (latihan untuk memperoleh sesuatu).
Para peneliti sering kali membuat stimulus netral bersamaan dengan stimulus bersyarat atau berbeda beberapa detik selisih waktu pemberiannya dan segera menghentikan secara serempak. Prosedur ini biasanya disebut dengan pengkondisian secara serempak. Prosedur ini lebih sederhana dan efektif dalam melatih orang atau hewan. Kadang peneliti juga menggunakan prosedur yang berbeda, yakni dengan menghentikan stimulus netral terlebih dahulu sebelum stimulus tak bersyarat, walaupun prosedur ini jarang digunakan dalam pengkondisian. Memasangkan stimulus netral dengan stimulus tak bersyarat selama latihan untuk memperoleh sesuatu akan berfungsi sebagai penguat atau reinforcement bagi respons bersyarat.
2.    Generalisasi (generalizatition)
       Rangsangan yang sama akan menghasilkan tindak balas yang sama. Pavlov menggunakan bunyi loceng yang berlainan nada, tetapi anjing masih mengeluarkan air liur. Ini menunjukkan bahawa organisme telah terlazim, dengan dikemukakan sesuatu rangsangan tak terlazim akan menghasilkan gerak balas terlazim (air liur) walaupun rangsangan itu berlainan atau hampir sama.
Contoh : anak kecil yang merasa takut pada anjing galak, tentu akan memberikan respons rasa takut pada setiap anjing. Tapi melalui penguatan dan pemadaman diferensial, rentang stimulus rasa takut menjadi menyempit hanya pada anjing yang galak saja.
3.    Diskriminasi (Discrimination)
       Diskriminasi berlaku apabila individu berkenaan dapat membedakan atau mendiskriminasi antara rangsangan yang dikemukakan dan memilih untuk tidak bertindak atau bergerak balas.
Contoh : Anak kecil yang takut pada anjing galak, maka akan memberi respon rasa takut pada setiap anjing, tapi ketika anjing galak terikat dan terkurung dalam kandang maka rasa takut anak itu menjadi berkurang
4.    Pemadaman/penghapusan (extinction)
       Penghapusan berlaku apabila rangsangan terlazim tidak diikuti dengan rangsangan tak terlazim, lama-kelamaan individu/organisme itu tidak akan bertindak balas. Setelah respons itu terbentuk, maka respons itu akan tetap ada selama masih diberikan rangsangan bersyaratnya dan dipasangkan dengan rangsangan tak bersyarat. Kalau rangsangan bersyarat diberikan untuk beberapa lama, maka respons bersyarat lalu tidak mempunyai pengut/reinforce dan besar kemungkinan respons bersyarat itu akan menurun jumlah pemunculannya dan akan semakin sering tak terlihat seperti penelitian sebelumnya. Peristiwa itulah yang disebut dengan pemandaan (extinction). Beberapa respons bersyarat akan hilang secara perlahan-lahan atau hilang sama sekali untuk selamanya. Dalam kehidupan nyata, mungkin kita pernah menjumpai realitas respons emosi bersyarat.
Contoh : Ada dua orang anak kecil laki-laki dan perempuan yang biasa bermain bersama. Pada saat mereka menginjak dewasa, menjadi seorang gadis dan pemuda, tiba-tiba tumbuh perasaan cinta pada diri pemuda kepada gadis tersebut, tetapi tidak demikian dengan sang gadis. Pada saat pemuda teman sejak kecilnya itu menyatakan cintanya, gadis tersebut menolak dengan alasan perasaan kepada pemuda itu hanya sebatas teman. Namun, karena pemuda itu sangat mencintai sang gadis, dengan menggunakan berbagai cara yang dapat membahagaikan, ia berusaha untuk mengambil hati gadis itu agar menerima cintanya. Misalnya, dengan selalu memberikan perhatian, memberikan segala yang disukai oleh gadis itu, dan lain sebagainya. Ketika perhatian dan kebaikannya kepada gadis tersebut dilakukan berulang-ulang maka pada suatu saat hati sang gadis menjadi luluh dan akhirnya menerima cinta pemuda tersebut.

Hukum-hukum belajar menurut Pavlov, diantaranya :
  1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat. 
  2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

Kesimpulan yang didapat dari percobaan Ivan Pavlov adalah bahwa tingkah laku sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya proses kondisioning (conditioning prosess) di mana refleks-refleks yang tadinya dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak berkondisi lama kelamaan dihubungkan dengan rangsang berkondisi.

Implikasi Teori Classic Conditioning
Penerapan prinsip-prinsip kondisioning klasik dalam kelas, antara lain :
1.   Memberikan suasana yang menyenangkan ketika memberikan tugas-tugas belajar,
Contoh: Menekankan pada kerja sama dan kompetisi antar kelompok daripada individu, banyak siswa yang akan memiliki respons emosional secara negatif terhadap kompetisi secara individual, yang mungkin akan digeneralisasikan dengan pelajaran-pelajaran yang lain, contoh lainnya adalah membuat kegiatan membaca
menjadi menyenangkan dengan menciptakan ruang membaca yang nyaman dan enak serta menarik.

2.    Membantu siswa mengatasi secara bebas dan sukses situasi-situasi yang mencemaskan atau menekan,
Contoh: Mendorong siswa yang pemalu untuk mengajarkan siswa lain cara memahami materi pelajaran, misalnya dengan memberikan tes harian, mingguan, agar siswa dapat menyimpan apa yang dipelajari dengan baik. Jika siswa takut berbicara di depan kelas mintalah siswa untuk membacakan sebuah laporan di depan kelompok kecil sambil duduk ditempat, kemudian berikutnya dengan berdiri. Setelah dia terbiasa, kemudian mintalah ia untuk membaca laporan di depan seluruh murid di kelas.

3.    Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan persamaan terhadap situasi-situasi sehingga mereka dapat membedakan dan menggeneralisasi secara tepat.
Contoh : Meyakinkan siswa yang cemas ketika menghadapi ujian masuk sebuah perguruan tinggi, bahwa tes tersebut sama dengan tes-tes prestasi akademik lain yang pernah mereka lakukan.


DAFTAR PUSTAKA
Sarwono, Sarlito Wirawan. 1979. Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang.
Djamara. Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta.
READ MORE - TEORI BELAJAR IVAN PETROVICH PAVLOV (TEORI CLASSIC CONDITIONING)